Published On:Sabtu, 23 April 2016
Posted by Unknown
Mahasiswa Ambon Raih 'Global Emerging Youth Leaders'
Mahasiswa Indonesia ikut menjadi salah seorang penerima anugerah tahunan “Global Emerging Youth Leaders” dari Amerika.
WASHINGTON DC—Zulfirman Rahyantel, mahasiswa Universitas Pattimura – Ambon, menjadi salah seorang dari sepuluh anak muda dari berbagai penjuru dunia yang dianugerahi penghargaan bergengsi ini oleh Departemen Luar Negeri Amerika Rabu pagi (20/4) karena dinilai telah melakukan perubahan sosial yang konstruktif.
Zulfirman terpilih karena dinilai berhasil memfasilitasi dialog antar keyakinan di antara sesama anak muda di Ambon dan daerah-daerah rawan konflik lain di Indonesia. Ia bahkan mengajak mereka mengunjungi daerah-daerah itu secara langsung untuk berbagi pengalaman, termasuk suka duka menjadi warga kota Ambon yang pernah dikoyak konflik bernuansa agama.
Anak-anak muda lain yang mendapat anugerah ini antara lain Ahlem Nasraoui dari Tunisia yang menggagas upaya pemberdayaan perempuan dan remaja lewat program “Peace Mediators”, yang dengan berani menjadikan upaya melawan terorisme dan ekstremisme sebagai platform utama.
Dalam pidato di Departemen Luar Negeri Amerika hari Rabu, Ahlem – yang telah melangsungkan puluhan latihan bagi perempuan di Tunisia – mengatakan betapa anak muda, khususnya perempuan, harus berdiri paling depan untuk menjawab isu-isu strategis dunia, termasuk menjernihkan kesalahpahaman tentang Islam yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok radikal dan intoleran.
Anak muda lain yang menerima anugerah ini adalah Ahmad Shakib Mohsanyar dari Afghanistan, yang selama setahun terakhir menggalakkan kampanye “Afghanistan Needs You”, guna mengajak anak-anak muda di negara itu menciptakan kondisi kehidupan yang lebih baik. Ahmad juga mempromosikan pendidikan, kewirausahaan dan keterlibatan antar masyarakat madani di Afghanistan.
Ada pula Thinzar Shunlei Yi dari Myanmar yang memimpin “Burma’s National Youth Congress” dan sekaligus “The National Youth Network”, Nino Nanitashvili dari Georgia yang mendorong upaya menciptakan perdamaian lewat teknologi, Asha Hassan dari Kenya yang mengembangkan kelompok-kelompok anak muda yang memusatkan perhatian pada pentingnya rekonsiliasi antar etnis dan kelompok,
Samuel Grzybowski dari Perancis yang mendirikan organisasi antar keyakinan “Coexister” sejak ia masih SMA dan kini memiliki cabang di Belgia dan Swiss, Basel Almadhoun – mahasiswa Universitas Al Azhar di Gaza yang memulai klub debat untuk mengajak anak-anak muda menyampaikan opini tentang konflik dan perdamaian, Hillary Briffa dari Malta yang sedang mengejar doctoral di London dan menjadi duta muda Malta di Organisasi Kerjasama dan Keamanan Eropa OSCE.
Anak muda terakhir yang juga meraih “Global Emerging Youth Leaders”adalah Jessel Recinos Fernandez dari Honduras. Berbeda dengan rekan-rekannya yang banyak menggagas dialog atau komunitas antar keyakinan, Fernandez yang dibesarkan di pinggiran kota San Pedro Sula – suatu kota di Honduras yang dijuluki sebagai “ibukota pembunuhan di dunia”, mendirikan “Skate Brothers” yang menawarkan beragam aktivitas kepada anak muda supaya mereka tidak terlibat kegiatan premanisme.
Fernandez sendiri mengatakan kepada VOA, ia tertantang membangun kelompok ini setelah nyaris meninggal dalam baku tembak antar kelompok preman. “Saya pikir saya sudah mati. Karena peluru yang menembus dada saya hanya tinggal beberapa sentimeter dari jantung. Semua pikir saya akan mati. Tapi saya hidup”.
Fernandez mengatakan momentum itu membuatnya menyadari bahwa ia diberi kesempatan hidup kedua oleh Tuhan untuk membantu sesama anak muda yang terlibat premanisme. Kesepuluh penerima penghargaan ini akan berada di Amerika selama beberapa minggu untuk mengikuti berbagai kegiatan, sebelum kembali ke tanah air masing-masing.
Penulis: Eva Mazrieva/voaindonesia