Published On:Jumat, 06 Mei 2016
Posted by Unknown
Manajemen Krisis Ala PKS
Jujur
penulis ingin menulis tema ini sudah lama, tepatnya sejak prosesi pergantian
Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaq ke Anis Matta. Namun lentik jemari terasa berat
karena beberapa alasan. Pertama, apakah betul PKS berada di posisi krisis? Dan kedua,
apakah yang dilakukan DPP PKS itu bagian dari manajemen krisis?. Saya berusaha
mencari tahu ke sejumlah narasumber termasuk beberapa liputan di media.
Saya
ingin menulis realitas ini dengan ilmiah sehingga bisa memberikan manfaat. Sebab ini masalah serius yang bukan hanya dirasakan oleh struktur PKS,
melainkan bangsa Indonesia secara keseluruhan. PKS merupakan salah satu
instrumen bangsa yang sudah banyak memberikan warna terhadap perpolitikan tanah air.
Krisis
menurut Linke, yaitu sesuatu yang terjadi di luar kebiasaan, misalnya,
kebakaran, kecelakaan kerja atau peristiwa yang dengan mudah dapat
dikategorikan dan dikenali dan mempunyai dampak langsung. Masih menurut Linke,
krisis juga merupakan sebuah kejadian yang mungkin membuat pihak manajemen
terkejut, tetapi masih ada waktu untuk mempersiapkan respon dan antisipasi
terhadap krisis tersebut. Dari definisi yang diungkapkan Linke, sepertinya PKS
masuk dalam kategori krisis. BACA JUGA: Re-Branding PKS Ala Anis Matta VS Sohibul Iman.
Beberapa bukti empirisnya diantaranya, hasil
survey sejumlah lembaga menyodorkan data bahwa kepercayaan publik kepada PKS
anjlok. Menurut survei dari Lembaga Survei Jakarta (LSJ), yang melakukan survei pada 9-15 Februari
2013 terhadap 1.225 responden menunjukkan bahwa hanya 2,6% yang akan memilih
PKS pada pemilu 2014. Survei ini dilakukan pada 33 provinsi di Indonesia.
Margin error plus minus 2,8% dan level confidence 95%.
PKS juga mengalami
masa yang sulit dengan turunnya elektabilitas menuju ke Pemilu 2014.
"Ini terjadi setelah terbongkarnya kasus impor daging sapi yang melibatkan
mantan Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq," kata peneliti LSJ lainnya, Igor
Dirgantara seperti yang tertuang dalam berita di www.ramalanintelejen.com.
Menurut Igor, hal tersebut menyebabkan publik mulai tidak
mempercayai jargon PKS sebagai 'partai bersih'. Hanya 15,7% responden yang
masih yakin PKS sebagai partai bersih, sedangkan 66% mengaku tidak yakin, dan
18,3% lainnya memilih tidak tahu.
Tentu
survei ini bagi PKS dianggap wajar dan di internal PKS tidak terlalu menganggap
penting karena survei bukan Tuhan. PKS
memiliki alasan, diantaranya pada pemilu-pemilu sebelumnya, sejumlah survei
juga melansir bahwa PKS akan jeblok tetapi faktanya suara PKS relatif naik dan
stabil meski pada pemilu 2009 ada Tsunami Demokrat yang mampu meraup suara
terbanyak. Saya tidak akan membahas perkara hasil survei, tetapi ingin membahas
bagaimana manajemen krisis ala PKS yang relatif baik sehingga badai krisis
dimanfaatkan oleh PKS untuk berbenah.
Bicara krisis, saya jadi ingat kasus salah
satu produk yang mengalami krisis luar biasa tetapi mampu memanfaatkan campagin
negatif tersebut menjadi peluang untuk menaikan citra positif produk tersebut.
Masalahnya cuma sepele, ada salah satu konsumen yang membeli produk tersebut
tetapi tidak sesuai dengan spesifikasi yang diiklankan. Lalu konsumen tersebut
bercerita ke sejumlah relasinya di berbagai negara dan dampaknya produk
tersebut mendapat stigma buruk dari customer.
Namun apa yang terjadi, black
campagin tersebut justru dimanfaatkan perusahaan untuk menaikan citra positif
perusahaan. Bagian relation customer perusahaan tersebut tidak mencaci konsumen
yang mengobral pelayanan buruk tersebut, perusahaan juga tidak
mengadukan atau sibuk mengklarifikasi ungkapan konsumen tersebut. Pihak
perusahaan justru memanggil konsumen tersebut dan diberi barang baru dengan
satu bonus produk sejenis dan tanpa dimintai tambahan biaya sepeserpun.
Hasilnya? Waow, cukup menakjubkan.
Konsumen tersebut kembali meneriakan ke
relasinya bahwa perusahaan yang semula dijelek-jelekan ternyata adalah
perusahaan yang memiliki pelayanan memuaskan. Ia bahkan menyarankan relasinya
di berbagai negara untuk menggunakan produk tersebut. Tak ayal, produk
tersebut mendapat pujian dan peningkatan penjualan produk melebihi target.Merunut
apa yang diungkapkan Anis Matta sebagai Presiden PKS yang baru sepertinya
tepat.
Ia tidak terjebak pada black campagin terhadap Lutfi Hasan Ishaq sebagai
representasi PKS, tetapi langsung melakukan konsolidasi internal dan meramu
stigma buruk terhadap PKS menjadi peluang. Sebuah manajemen krisis yang
profesional dan tepat sehingga tenaga PKS tidak terkuras hanya untuk menangkis
isu yang dianggap oleh PKS itu bagian dari rekayasa. Pergantian presiden dari
Lutfi Hasan Ishaq ke Anis Matta juga langkah yang tepat, karena ini menandakan
bahwa organisasi tersebut menggunakan konsep modern karena bermain dengan
sistem bukan personality.
Saya tidak bisa membayangkan kalau manajemen
organisasi PKS mengandalkan personality, hampir dipastikan PKS akan menjadi
bulan-bulanan lawan politik sepanjang masa. Inilah mungkin untungnya partai
yang berbasiskan kader bukan individualistik yang mudah digoyang dan terdampak
ketika terkena badai krisis. Dampak
positif yang dihasilkan dari manajemen krisis ala PKS ini adalah kemenangan dua
calon Gubernur dari PKS yaitu Akhmad Heryawan di pemilihan Gubernur Jawa Barat
dan Gatot Pujo Nugroho yang memenangkan pemilihan Gubernur di Sumatera Utara.
Beberapa
bulan ke depan, PKS juga sedang membuktikan kesuksesan manajemen krisisnya di
pemilihan Gubernur Jawa Tengah yang mengusung Hadi Prabowo-Don Murdono. Steven
Fink, seorang konsultan krisis dari Amerika mengembangkan konsep anatomi krisis
yang dibagi atas empat tahap. Tahap-tahap tersebut saling berhubungan dan
membentuk siklus. Lamanya masing-masing tahap tersebut tergantung pada sejumlah
variable.
Terkadang keempat tahap berlangsung singkat, tetapi ada kalanya
membutuhkan waktu berbulan-bulan. Keempat tahap tersebut yaitu, tahap Prodormal, dimana krisis besar bermula
dari krisis-krisis kecil sebagai pertanda akan terjadi krisis besar. Pada tahap
ini sebetulnya manajemen sudah bisa melihat tetapi masih dianggap angin lalu
dan tidak menganggap serius sehingga krisis kecil tersebut dibiarkan menjangkit
di tubuh organisasi. Kedua adalah tahap Akut.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan
dengan tahap-tahap lainnya.
Namun salah satu kesulitan besar dalam menghadapi
krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang
dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Ketiga adalah tahap Kronis,
dimana organisasi berusaha kerasa melakukan recovery untuk memulihkan citra,
inilah yang sedang dilakukan PKS. Terakhir adalah tahap Resolusi, dimana
manajemen sedang melakukan penyembuhan.
Jika
PKS konsisten dan tidak terjebak pada provokasi dan permainan dari pihak
eksternal maka saya meyakini krisis di PKS akan berbalik menjadi positif. Pengelolaan
krisis gampang-gampang sudah karena harus berkejaran dengan waktu yang sulit
dikendalikan, apalagi ada campur tangan pihak eksternal yang tentu sebagai
suatu kewajaran dalam setiap pertandingan, apalagi ini dunia politik. Namun
sebaliknya, jika PKS gagal mengelola krisis ini maka badai akan semakin rumit
dan njilmet seperti mengurai benang kusut. Tidak tahu ujungnya dimana dan harus
dimulai darimana.
Tentu kita semua berharap PKS mampu mengatasi krisis ini
dengan baik sehingga kembali mendapat kepercayaan publik dan di internal PKS
sendiri memiliki self confidence untuk mewarnai dunia perpolitikan di
Indonesia. Publik tentu berharap PKS kembali memiliki taring yang kuat,
mengepakan sayapnya dengan gagah, bicara lantang tentang anti korupsi karena
tidak ada lagi kadernya yang tersangkut atau teseret dalam isu korupsi.
Keyakinan
saya akan keberhasilan PKS mengatasi krisis ini diantaranya, leadership sosok
Anis Matta, seorang anak muda yang kecerdasannya di atas rata-rata kader di PKS
sehingga kepercayaan kaderpun bersemai. Selain itu, kader-kader PKS masih
didominasi anak-anak muda yang mayoritas memiliki intelektual yang memadai
karena rata-rata berpendidikan. Kasus yang menimpa Lutfi Hasan Ishaq sendiri
menurut hemat penulis tidak terlalu besar pengaruhnya di daerah perdesaan.
Hanya ada dua stasiun televisi yang menyoroti kasus ini secara live dan
kontinue yaitu MetroTV dan Tvone. Maklum, kedua televisi tersebut sejak awal
memang mengambil positioning sebagai TV berita. Sedangkan sebagian besar
masyarakat di perdesaan lebih suka menonton chanel lainnya, seperti RCTI dengan
film Ema Naik Haji, dengan tokoh yang sering dibicarakan warga yaitu Bos
Romlah, Haji Muhidin.
Jadi,
sebetulnya dari serangan udara PKS tidak perlau khawatir yang berlebihan tetapi
juga tidak menganggap enteng. Sebab, mayoritas pemirsa kedua televisi tersebut
adalah kalangan menengah ke atas yang meskipun jumlahnya masih sedikit tetapi
mereka menjadi kelompok rujukan. Kelompok rujukan inilah dalam Teori Komunikasi
menjadi kelompok yang memiliki pengaruh besar karena mampu memobilisasi massa. Tetapi
saya kembali yakin bahwa hal ini sudah bisa ditangkap oleh petinggi PKS.
Terakhir saya ingin mengingatkan bahwa kasus ini menjadi pelajaran berharga
bagi PKS. Saya jadi ingat cerita seekor monyet di atas dahan pohon. Saat ia
bergelantungan di dahan datanglah badai. Sang monyetpun langsung siaga I dan
kedua tangannya langsung berpegangan erat ke dahan, badannya langsung memeluk
pohon agar terhindar dari hempasan badai. Sang monyet selamat karena memiliki
kesiapsiagaan dengan keadaan tersebut. Namun, Monyet lupa ketika angin
sepoi-sepoi datang.
Sang Monyet menikmati angin tersebut sampai-sampai ia
tertidur karena saking nikmatnya. Padahal, angin sepoi-sepoi ini justru
membahayakan sang Monyet dan benar saja. Beberapa saat memejamkan mata, sang
Monyet terjatuh di tanah. Monyet pun baru sadar bahwa kenikmatan yang baru saja
dia dapatkan ternyata kebahagiaan semua yang justru membuat dia terjatuh.
Penulis: Karnoto
Chief in Editor bantenperspektif.com