Headlines
http://www.mahartibrand.com/

Published On:Sabtu, 10 Desember 2016
Posted by Unknown

Tafsir Baru Visi Untirta

Dalam tulisan singkat, yang dimuat situs resmi Untirta http://www.untirta.ac.id/, Prof. Dr. Rahman Abdullah menjelaskan bagaimana idealnya visi Entrepreneural University Untirta dioperasionalkan. Perspektif yang beliau bangun adalah perspektif proses dan input, pararel dengan jabatan beliau sekarang sebagai Rektor Untirta yang bertanggungjawab penuh terhadap proses dan input kinerja faktor-faktor produksi di Untirta, Dosen dan Karyawan serta pimpian kampus itu sendiri. 

Berbeda dengan Sang Rektor, saya dalam artikel singkat ini membangun pendekatan perspektif tafsir Entreprenuerial University dari dimensi output yang harus dihasilkan oleh sebuah kredo Entrepreneural University, yang pada dasarnya pararel dengan perspektif Sang Rektor. Pemilihan Visi Entrepreneural University terkesan utopis apabila bercermin dari eksitensi Untirta saat ini. Tapi keberanian untuk menjadi utopic merupakan langkah positif untuk memulai langkah berikutnya. A Billion Step Begin With One Step. Dibeberapa universitas dunia, Entrepreneural University merupakan tahapan final dari tahapan dasar yakni sebagai Teaching university, Research University dan baru masuk pada tahap Entrepreneural University. 

Universitas Indonesia sebagai universitas terbaik di Indonesia hanya berani menyebut dirinya sebagai Research University. Artinya, Untirta lebih pede ketimbang UI. Pilihan kredo Entrepreneural University, bisa menjadi cambuk nikmat menuju keberhasilan, apabila mampu menjadi_apa yang sering disebut Nietche_”kemauan akan kekuatan”.

Entrepreneural University tidak dapat ditafsirkan dengan perspektif sempit, bahwa universitas mampu melakukan komersialisasi asset, baik dia transparan maupun tidak dalam pengelolaan financialnya. Apabila kita masuk pada tafsir ini, maka universitas berubah menjadi Parasitic Entrepreneurship, universitas bersaing dengan entitas lain sebagai Rent Seekers (para pemburu rente). 


Secara normatif dan praksis maka insan akademis sejatinya haram terinternalisasi menjadi Parasitic Entrepreneurship. Universitas adalah lumbung kearifan yang mendasari dirinya pada budaya positivisme maupun naturalisme, yakni budaya nilai-nilai kebajikan dan kemamfaatan yang lahir dari proses riset, bukan teologisasi maupun metafisika an sich sebagaimana yang disinyalir oleh Auguste Comte (1798) dalam tulisannya Cours de Philosopie Positive (kursus filsafat positif) dan Edmund Huserl (1938) dalam tulisannya Logische Untersuchungen (penyelidikan-penyelidikan logis).

Merujuk kepada kedua filosof tersebut, ada tiga tingkatan cara berpikir manusia dalam berhadapan dengan lingkungannya. Pertama. Tingkatan Teologi, yakni tingkatan dimana manusia belum bisa memahami hal-hal yang berkaitan dengan sebab akibat. Maka segala sesuatu yang terjadi dilingkungannya atau alam semesta adalah akibat perbuatan Tuhan, atau kehendak Tuhan. Kedua. 


Tingkatan Metafisik, pada dasarnya tingkatan ini merupakan variasi dari tingkatan cara berpikir teologis, dimana Tuhan diganti dengan kekuatan abstrak. Misal dengan menggunakan istilah kekuatan alam, sehingga manusia mulai memberikan sajian-sajian untuk memohon kepada kekuatan itu untuk tidak merusak atau mencelakai. Ketiga. Tingkatan Positif, yakni tahapan dimana manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk menguasai alam.

Jika pada tahapan pertama manusia selalu dihinggapi rasa khawatir berhadapan dengan alam semesta, pada tahap kedua manusia mencoba mempengaruhi kekuatan yang mengatur alam semesta, maka pada tahapan positif manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum alam, dengan bekal itu manusia mampu menundukan/mengatur (pernyataan ini mengindikasikan adanya pemisahan antara subyek yang mengetahui dengan obyek yang diketahui) alam serta memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan. 


Pada tingkatan ketiga ini, Edmund Huserl berbeda dengan Comte. Edmund menyebutnya tingkatan fenomenalogis walaupun pada prinsipnya sama, hanya berbeda pendekatan dalam proses penyelidikan menghasilkan ilmu pengetahuan. Pada tingkatan cara berpikir ketiga yang disebut Comte dan Edmund kredo Entrepereneural University bekerja. Untirta harus mampu mentransformasikan dirinya menjadi Real Entrepreneur yakni semangat kewirausahaan yang mengedepankan transformasi nilai, pembangunan tatanan peradaban yang lebih baik dengan paradigma berpikir manusia yang positivisme dan naturalistic, terbuka akan pembaharuan atau modernisasi. 

Real Entrepreneur yang dalam bahasa Joseph Schumpeter (1934), ekonom Austria. Disebut sebagai “Destruksi Kreatif” (a force of creative destruction), dimana cara-cara baku dalam bertindak ditiadakan, melalui cara-cara penciptaan cara-cara baru untuk melaksanakan aneka macam pekerjaan serta tugas-tugas. Entrepreneural University dalam tafsir visi Untirta ini, merupakan kekuatan yang mampu menjadi Lauh Mahfudz bagi perubahan sosial dan rekayasa sosial minimal untuk Provinsi Banten.

Faktor-faktor produksi yang ada didalam Untirta; Dosen, Karyawan, dan pimpinan universitas serta mahasiswa harus mampu menjadi agen perubahan sosial maupun rekayasa sosial, dengan bermodal paradigma berpikir yang positivisme dan naturalistic tadi. Masyarakat Banten khususnya, harusnya dapat merasakan semangat real entrepreneur-nya Untirta melalui peran-peran kepeloporan Untirta dalam mendorong perubahan paradigma berpikir masyarakat, sehingga pembangunan peradaban banten yang terderivikasi melalui kesejahteraan, kebahagiaan dan kemakmuran terwujud. 


Selain itu, output peserta didik Untirta harus mampu menjadi agen-agen perubahan sosial maupun rekayasa sosial di daerahnya masing-masing. Untuk mewujudkan Entrepreneural University yang berjiwa Real Entrepreneur , yang berorientasi pada nilai-nilai dan cita-cita perubahan sosial dan rekayasa sosial. Bukan Entrepreneural University yang berjiwa Parasitis Entrepreneur yang menjadi Rent Seeker (pemburu rente).

Maka, dibutuhkan manajemen dan kepemimpinan yang mampu mengkombinasikan semua potensi yang ada menjadi apa yang disebut Nietche “Kekuatan akan Kemauan” sehingga visi yang terkesan Utopic bagi Untirta itu, mampu menjadi kenyataan. Selamat Bekerja Untuk Semua.



 Penulis | Dahnil Anzar Simanjutak | Dosen Untirta 
 Editor | Karnoto | Chief in Editor | www.bantenperspektif.com

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Banten Perspektif

Update Unknown News 19.30.00. , . Terima Kasih Atas Kesediaanya Membaca Informasi Kami Semoga Bermanfaat. Dan Memberikan Inspirasi



http://www.mahartibrand.com/

http://www.mahartibrand.com/

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://web.facebook.com/noq.murni?fref=ts" target="_blank"><img alt="https://web.facebook.com/noq.murni?fref=ts" border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS4R8b10VsZV-B2hQHaATVx04oOL74TL37Wn5lSSShcyM8XLeReUtJUKzYRSOJ4_0PySAuPrV8UAgTKhzm4KFbXvEcy_bpnccKXiSsAoKyhHhi3Cah87KvlnpTcViQzVi04IAXLWsFn1D8/s300/3.jpg" width="320" /></a></div> <br />



    Blog Archive