Published On:Rabu, 10 Februari 2016
Posted by Unknown
Anton Apriantono; Nyaris Putus Kuliah karena Beasiswanya Selesai
Bagi
Anton, perjalanan hidup yang dijalaninya adalah serangkaian cobaan
sekaligus ibadah. Tak terkecuali ketika ia menjalani kuliah di luar
negeri tatkala Anton tak lagi menerima beasiswa. Tak pelak, ia pun harus
memutar otaknya agar bisa mencari pekerjaan dan menyelesaikan kuliahnya
tersebut. Tak hanya itu saja, masih ada beberapa cobaan yang sempat
mendera hidupnya. Namun, selama berusaha mendekat kepada Sang Pencipta,
Anton berhasil melewatinya. Lalu bagaimana perjalanan hidupnya yang
lain?
Suasana
di gedung kantor Departemen Pertanian memang sangatlah rindang.
Terlihat dari banyaknya pohon berukuran besar yang menghiasi halaman
gedung tersebut. Tak heran, udara sejuk sangat terasa tatkala memasuki
kawasan Departemen Pertanian. Tepat di depan gedung, terlihat stand-stand penjual berbagai macam tanaman. Para penjual tanaman itu memang tengah mengikuti acara rutin yang diadakan
oleh pihak Departemen Pertanian dalam rangka memfasilitasi para
pedagang tanaman untuk berjualan. Selain juga untuk memasyarakatkan
hasil pertanian dalam negeri yang perlu ditingkatkan kembali.
Suasana
sejuk juga terasa di dalam ruangan sang Menteri Pertanian, Anton
Apriantono. Boleh jadi ini merupakan dampak dari pepohonan yang tumbuh
di sekitar gedung yang membuat kesejukan masih terasa meski sudah berada
di dalam ruangan. Setelah menunggu beberapa lama, Realita
pun diperkenankan masuk ke dalam ruang kerja menteri yang mengurusi
bidang pertanian yang sempat menjadi andalan Indonesia beberapa tahun
lalu ini. Meski sudah beraktivitas seharian, Anton masih terlihat segar.
Sebagai seorang menteri, penampilannya terbilang sederhana.
Ciri
khas kacamata yang selalu dikenakannya dan perawakannya yang masih
seperti seorang pengajar di sebuah universitas memang tak bisa
dilepaskan begitu saja. Sembari duduk santai di sebuah sofa, Anton
lantas bercerita mengenai perjalanan hidupnya hingga mampu menjabat
menteri di Kabinet Indonesia Bersatu. “Perjalanan hidup saya sih
cukup sederhana saja,” ujar Anton memulai pembicaraan. “Semua berjalan
seperti garis tangan takdir dari yang Maha Kuasa,” lanjutnya dengan
tersenyum.
Keluarga Sederhana. Anton
terlahir dari pasangan (Alm) Sumardi dan (Almh) Rum Syarah. Ia berasal
dari keluarga besar. Anton adalah anak keempat dari delapan bersaudara
yang lahir di Serang pada 5 Oktober 1959. Memiliki keluarga yang cukup
besar, memang memberikan suatu kesulitan tersendiri bagi Anton dan
saudara kandungnya yang lain. Terutama soal biaya pendidikan yang belum
tentu mampu ditanggung oleh kedua orang tuanya. Namun, beruntung bagi
Anton yang memiliki kedua orang tua yang sangat gigih dalam
memperjuangkan kepentingan kedelapan anaknya. Tak heran, Anton mampu
mengenyam pendidikan hingga jenjang yang tinggi.
Anton
kecil dibesarkan di kota Serang, Banten. Setelah mengenyam pendidikan
di SD Negeri 3 Serang, ia lantas melanjutkan pendidikannya ke SMPN 2
Serang dan SMAN 1 Serang. Kecintaannya di dunia penelitian khususnya di
bidang pertanian membawa Anton untuk melanjutkan ke Institut Pertanian
Bogor (IPB). Ia pun menguji kemandiriannya dengan tinggal di Bogor
seorang diri sejak tahun 1978. “Saya kost di Bogor,” kenang Anton
sembari tersenyum mengenang masa-masa kuliahnya. Saat menjalani
perkuliahannya di Bogor, cobaan memang sempat mendera Anton. Lagi-lagi
soal biaya yang terbilang cukup terbatas dari kedua orang tua. Pasalnya,
sang ayah sudah tak lagi bekerja karena usianya yang memang telah
memasuki masa pensiun dari TNI Angkatan Udara.
Diakui
Anton, kedua orang tuanya lebih banyak mendidik dengan memberikan
contoh. Dari sang ayah, Anton belajar berbagai macam hal. “Ayah saya
seorang pekerja keras dan pantang menyerah,” kenang Anton. Ia juga
mengaku bahwa keluarganya bukanlah keluarga yang berada. “Keluarga saya
adalah keluarga yang sederhana dan cukup prihatin,” ujar Anton.
“Bahkan
untuk sekolah saja masih bingung, bisa lanjut atau nggak
nantinya,” lanjut pria penyuka olahraga ini. Tak heran memang,
mengingat pekerjaan sang ayah yang merupakan seorang prajurit TNI
berpangkat rendah. “Ayah saya cuma peltu, pembantu letnan satu,” canda
Anton.
Beruntung
kala itu, ibunda tercintanya terpilih sebagai salah satu anggota DPRD
Serang periode tahun 1977-1982. Tak pelak, biaya kuliahnya di Institut
Pertanian Bogor mampu ditanggung berkat pendapatan sang ibu sebagai
wakil rakyat di Serang.
“Saya bersyukur karena saya masih bisa
melanjutkan kuliah,” ungkap Anton. Ia juga merasakan adanya pertolongan
dari Allah, tatkala menghadapi kesulitan dalam mencari dana untuk
membiayai perkuliahannya. Keadaan keluarga yang sangat sederhana memang
merupakan cobaan tersendiri bagi Anton agar mampu melanjutkan
pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Berkat kecerdasannya di
bangku sekolah, akhirnya Anton berhasil diterima melalui jalur Perintis 2
(PMDK, Penelusuran Minat dan Kemampuan, red).
Berkat kecerdasannya pula, Anton mampu menjadi asisten dosen mata
kuliah Kimia Dasar dan memperoleh beasiswa dari beberapa institusi. “Ya
lumayanlah dapat upah juga dengan menjadi asisten dosen,” ungkap Anton.
Dosen dan Peneliti. Setelah
merampungkan sarjananya di IPB, dengan biaya sendiri Anton kembali
melanjutkan ke jenjang S2 Ilmu Pangan di kampus yang sama. Saat itu, ia
juga telah resmi menjadi dosen di IPB. Kecerdasan otaknya juga membawa
Anton memutuskan untuk mengambil jenjang S3 Kimia Pangan di Universitas
Reading, Inggris dengan berbekal beasiswa yang diperolehnya.
Beasiswa
tersebut ternyata hanya berlaku untuk 3 tahun pendidikan. Sedangkan kala
itu, selama 3 tahun berada di Inggris, kuliahnya belumlah selesai.
Alhasil, setelah 3 tahun dibiayai oleh beasiswa, Anton pun menghadapi
kesulitan kembali. “Saya bingung harus bagaimana,” ujarnya sembari
tersenyum mengenang masa-masa tersebut.
Meski
tinggal di asrama, Anton tetaplah harus membayar segala macam biaya.
Akibatnya, Anton terpaksa harus menumpang di tempat tinggal salah satu
rekannya selama 3 bulan terakhir di masa pendidikannya di sana. Padahal
sebelumnya, kamar asramanya kerap ditumpangi oleh teman-teman mahasiswa
lainnya yang juga kehabisan biaya untuk melanjutkan pendidikannya di
negeri Ratu Elizabeth tersebut.
Sedangkan untuk biaya hidup di Inggris,
Anton mengambil pekerjaan sampingan sebagai tenaga pengajar di sekolah
Indonesia yang ada di Inggris. “Waktu itu saya digaji 50 poundsterling
per hari,” aku Anton yang selalu meluangkan waktu sebulan sekali untuk
memancing di laut ini.
Dengan
penghasilannya tersebut, Anton berhasil meraih gelar S3 meski dengan
segala macam kesulitan yang dihadapinya. Kejadian yang terjadi pada
tahun 1992 itu memang dianggap sebagai salah satu kesulitan atau cobaan
yang kerap hinggap dalam hidupnya. “Tapi saya tak pernah menganggap
berbagai kesulitan sebagai kesulitan yang susah untuk dihadapi,” tutur
Anton.
Anton
sendiri mengaku adanya ketidaksengajaan saat ia akan diangkat sebagai
seorang menteri. Tak diduga, sosoknya ternyata diminati oleh salah satu
partai untuk dicalonkan sebagai salah seorang pembantu presiden.
Terlebih lagi latar belakangnya yang sangat mumpuni di bidang pertanian.
Meski kala itu presiden terpilih, SBY memanggilnya ke Cikeas sebagai
pertanda akan diangkat sebagai menteri, Anton tetap tidak merasa optimis
namanya akan dicantumkan dalam daftar menteri Kabinet Indonesia
Bersatu. Namun, setelah namanya dipastikan sebagai salah satu menteri
yang mengisi pos Departemen Pertanian, Anton menganggapnya sebagai
sebuah amanah yang harus dijaga dan dilaksanakan dengan sebaik mungkin.
Sejak
kanak-kanak, Anton sama sekali tidak memiliki keinginan untuk menjadi
seorang menteri. Ada profesi lainnya yang justru sangat diidamkan Anton
kecil. “Saya ingin menjadi pengajar atau peneliti yang dikenal di
tingkat dunia,” ungkap Anton yang murah senyum ini. Bahkan ia juga
memiliki obsesi menjadi seorang ilmuwan yang dapat dikenal di dunia atas
karya penemuannya. Dalam rentang waktu perjalanan hidup Anton, menjadi
seorang pengajar memang sudah tercapai. Ia sempat
menjadi seorang dosen di bekas kampusnya, Institut Pertanian Bogor
(IPB).
Saat menjadi dosen itulah keinginan untuk menjadi peneliti handal
semakin menggebu-gebu.
Jalani Dua Peran. Selain
waktu dan perhatiannya dicurahkan kepada dunia pertanian yang sangat
dicintainya, keluarga juga mendapatkan perhatian lebih dari Anton.
Pernikahannya dengan Rossi (48) pada tahun 1984, telah menghadirkan
seorang anak bernama Sisi (17) yang kini masih duduk di bangku kelas 2
SMA. “Dalam keluarga pun pasti ada cobaan dan ada pasang surutnya, namun
saya selalu berusaha untuk menghadapinya dengan mengembalikan kepada
Allah,” ujar Anton tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Dalam
hal mendidik anak pun, ia tak pernah memaksakan kehendak. Anton lebih
banyak memberikan kebebasan yang bertanggung jawab bagi anak gadisnya
tersebut. Namun, tetap saja didikan agama juga menjadi salah satu faktor
penting yang diajarkan kepada anaknya itu. Anton berharap anaknya kelak
mampu memberikan prestasi yang membanggakan sebagaimana yang ia lakukan
ketika masa muda dengan menonjolkan prestasi pendidikan yang cukup
baik.
Kini,
menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Menteri Pertanian di Kabinet
Indonesia Bersatu, Anton mengaku bahwa pekerjaannya belumlah selesai
dengan sempurna. “Saya masih belum membersihkan secara total praktek
korupsi di Departemen Pertanian, tapi setidaknya sudah berkurang
banyak,” tutur Anton yang menyukai olahraga badminton ini. Selain itu,
ia juga tak berharap banyak nantinya akan dipilih lagi sebagai seorang
menteri. “Saya bukanlah orang yang sangat berambisi,” aku Anton.
Selama
menjabat, Anton memang telah menjalankan berbagai macam program di
bidang pertanian. Menurutnya, untuk mengubah pertanian Indonesia dan
meningkatkannya harus dimulai dari setiap orang yang terkait di dunia
pertanian. “Yang pertama dan paling penting adalah attitude,”
ujar Anton. Baginya, sikap haruslah menunjukkan yang terbaik bagi
perkembangan bangsa dan negara. “Dan bila kita mau selamat, ya harus
mengikuti aturan Allah,” lanjutnya.
“Bagi
saya, dengan memberikan manfaat ke banyak orang, saya akan merasa
sukses,” tutur Anton. Kendati begitu, bila ia sudah tak lagi dipercaya
untuk mengisi pos Menteri Pertanian, tentunya ia akan kembali lagi
menjadi seorang tenaga pengajar yang memang sudah menjadi cita-citanya
sedari kecil. Tak hanya itu saja, Anton juga berencana akan menggapai
impiannya sebagai seorang ilmuwan handal di negeri ini. “Sambil tak lupa
selalu mendekat kepada Allah,” ujar Anton menutup pembicaraan.
PENULIS: FAJAR
Blogger