Headlines
http://www.mahartibrand.com/

Published On:Kamis, 25 Februari 2016
Posted by Unknown

Hebat, Pernah Sekali Tumbang, Diusia 30 Tahun Wanita ini Jadi Bupati

Mental Asmin Laura Hafid mirip seperti baja, kuat dan tahan banting. Tak hanya itu, ia juga wanita cantik yang berani berspekulasi karena saat pencalonan sebagai Bupati di Nunukan, Jawa Timur tahun 2015 ini ia rela menanggalkan jabatanya sebagai anggota DPRD Propinsi Jawa Timur.
Sebagaimana dilansir Tribun Jatim, empat tahun silam, dia melewati fase kegagalan pertama dalam karier politik. Jalannya tak mulus. Tidak seindah ketika dia melenggang ke DPRD Kaltim sebagai anggota dewan periode 2009–2014. Pada 2011, dia terjungkal dalam Pemilihan Bupati (Pilbup) Nunukan. Kala itu usianya masih 26 tahun. Meski usia tak bisa jadi tolok ukur kepantasan, pada umur segitu kancah politik bisa dibilang masih "prematur". Apalagi menduduki posisi kepala daerah.

Kini dia perempuan pertama di Kalimantan Utara (Kaltara) yang menjadi kepala daerah. Dia juga kepala daerah termuda di Kaltara, bahkan di Pulau Borneo. Merengkuh kursi nomor satu di kabupaten yang bermoto Penekindi Debaya (membangun daerah), itu bukan perkara mudah. Sebelum bertanding, Laura harus rela menanggalkan embel-embel anggota DPRD Kaltara. Secara hitung-hitungan, masa baktinya masih tersisa empat tahun lagi. Sebuah pertaruhan berani.

Laura sadar benar bila memutuskan maju dan kembali kalah, dia tak bisa kembali menjadi anggota dewan. Itu konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan tidak hanya pegawai negeri sipil, TNI, dan Polri mesti mundur.

Di samping itu, putri bungsu Abdul Hafid Achmad, mantan bupati Nunukan 2006–2011, harus menghadapi calon petahana Basri dan Asmah Gani yang berpisah dan maju masing-masing.

Apa rahasia sehingga dirinya menang? Perempuan berusia 30 tahun ini secara khusus menceritakan kepada Kaltim Post. Menariknya, dia mengaku, ketika mengarungi kampanye, lebih santai dibanding pilbup periode lalu. Gaya perfect ditinggalkan. Tidak lagi menuntut kampanye wah dengan menghadirkan artis sebagai magnet.

Kali ini, segala sesuatunya dibiarkan mengalir. Malah, terang Laura, dirinya yang diundang warga untuk hadir bersosialisasi. Tidak perlu repot-repot mendirikan tenda.

“Enggak neko-neko. Pokoknya fokus bekerja di level akar rumput. Door to door,” ucap Laura. Hasilnya pun positif. Di tengah-tengah kondisi politik yang memanas dan banyak yang meremehkan kapasitas dia, publik malah percaya. Kebanggaan dirinya sekaligus pembuktian bahwa perempuan merupakan bagian dari pembangunan bangsa.  

Menurutnya, tak ada lagi sekat-sekat gender dalam mengaktualisasikan diri. Termasuk, berkancah di dunia politik yang dinilai kejam. Tidak ingin larut dalam euforia kemenangan, dia mengaku banyak pekerjaan rumah yang sudah menanti untuk segera dibenahi. Menurut informasi yang dia terima, kondisi roda pemerintahan sedikit kacau.

Lima program yang selama ini dia jual sebagai komoditas kampanye harus dibuktikan. Mulai peningkatan infrastruktur, ekonomi kerakyatan, sumber daya manusia, penyediaan lapangan pekerjaan, hingga mereformasi birokrasi.

Politikus Partai Hanura itu menyadari, APBD Nunukan sebesar Rp 1,4 triliun tak akan mampu menopang seluruh program yang dicanangkan. “Memang APBD agak kecil. Untungnya Nunukan di perbatasan. Nawa Cita Jokowi membangun dari pinggiran. Sejak tahun ini sudah mulai berjalan,” tutur ibu tiga anak itu.

Tentu, lanjutnya, kesenjangan ruang fiskal, utamanya pembiayaan program infrastruktur berharap banyak dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Paling tidak, alokasi dari APBD kabupaten hanya sebagai dana pendamping ketika APBN dan APBD provinsi mengucur. Terlebih, di pencalonan bersama wakilnya Paridil Murad didukung PDI Perjuangan. Hal itu disebutnya kian memudahkan berkomunikasi dengan pusat.

Apa yang membuat getol maju kembali? “Kewenangan anggota dewan terbatas. Sebatas mengajukan. Eksekusi program di pemerintah. Makanya, kalau mau mengeksekusi harus di pemerintahan,” ucapnya.

Selepas dilantik, di samping persoalan infrastruktur, istri dari Andi Muhammad Akbar itu lebih fokus terhadap ekonomi kerakyatan. Masalah yang mengemuka di sektor perikanan dan kelautan yakni harga rumput laut belum stabil. Tutur dia, harga saat ini terlalu rendah. Pendistribusian hasil budi daya itu melalui tengkulak dan banyak tangan. Bahkan, hingga 3–4 tangan untuk sampai dijual di Surabaya, Jawa Timur.

“Kenapa tidak pemerintah saja melalui perusda (perusahaan daerah) yang langsung membeli dari tangan nelayan? Itu rencana jangka pendek,” sebut perempuan berjilbab itu. Di luar itu, diperlukan dukungan anggaran dari APBD untuk memberikan penyuluhan kepada nelayan. Sementara itu, solusi jangka panjang dengan membangun industri untuk menghasilkan nilai tambah.

Dengan luas 564,5 kilometer persegi, menurut dia, Nunukan terlampau luas. Secara topografi, ada kecamatan yang terpisah dengan perairan. Tiga kecamatan tengah dipersiapkan untuk dimekarkan yakni Kota Sebatik, Kabupaten Bumi Daya Perbatasan, dan Kabupaten Krayan.

Dengan begitu, diyakini Nunukan bisa lebih cepat berkembang. “Agak sulit medannya,” tutur perempuan kelahiran Tawau, 10 Agustus 1985, itu. Dia khawatir, ketika bupati berada di Nunukan, menjadi rumit menyelesaikan persoalan di Lumbis atau Sebatik pada satu waktu.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Banten Perspektif

Update Unknown News 17.25.00. . Terima Kasih Atas Kesediaanya Membaca Informasi Kami Semoga Bermanfaat. Dan Memberikan Inspirasi



http://www.mahartibrand.com/

http://www.mahartibrand.com/

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div> <div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="https://web.facebook.com/noq.murni?fref=ts" target="_blank"><img alt="https://web.facebook.com/noq.murni?fref=ts" border="0" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgS4R8b10VsZV-B2hQHaATVx04oOL74TL37Wn5lSSShcyM8XLeReUtJUKzYRSOJ4_0PySAuPrV8UAgTKhzm4KFbXvEcy_bpnccKXiSsAoKyhHhi3Cah87KvlnpTcViQzVi04IAXLWsFn1D8/s300/3.jpg" width="320" /></a></div> <br />



    Blog Archive