Published On:Kamis, 25 Februari 2016
Posted by Unknown
Nur'aeni; Politisi Demokrat Banten; Politik itu Perjuangan
Apa jadinya seorang wanita menjadi anggota dewan? Tentunya banyak orang memiliki pendapat dari sudut pandag yang berbeda. Tentu ada suatu pertanyaan, apakah kehidupan politisi wanita sama dengan ibu rumah tangga, atau wanita karir pada umumnya? Berikut adalah hasil oborolan santai Wakil Ketua III DPRD Banten, Nur;aeni dengan Reporter Banten Family, Anisa Sofia Wardah
Menjadi
politisi bagi ibu H.J Nur’aeni, S.Sos, M.Si bukanlah tanpa tujuan semata,
menerjukan diri ke lembaga perpolitikan bukanlah perkara mudah, lumpur
hitampunn untuk dunia polotik adalah sebutan dari Soe Hoek Gie. Terlebih
wanita, yang masih sedikit di dunia perpolitikan. Tujuan mulia dari mantan
Ketua DPRD kota Serang adalah bagaimana bisa mengabdikan diri dengan memasuki
sistem pemerintahan dan sebagai penyampai aspirasi rakyat juga turut andil
dalam menentukan kebijakan di Banten.
Poliitisi
wanita tidak sama dengan politisi pria tentunya. Bagaimana pertama kali
menerjukan diri ke dunia politik sudah disuguhi dengan berbagai tantangan.
Tantangan bagi seorang wanita adalah, keluarga. Apakah suami merestui? Bagi ibu
yang memiliki hobi menyanyi, keridoan suami adalah kunci utamanya dalam
kesuksesan dalam setiap aktivitasnya, rekam jejaknya sebagai politisi wanita
selalu mendapat support dari
orangtua, suami dan ketiga anaknya. Hal yang sangat disyukuri oleh wanita
alumni SMA 1 Ciruas.
Tidak
hanya tantangan dari keluarganya saja, tidak sedikit masyarakat yang memandang
sebelah mata mengenai politisi perempuan. Pandangan-pandangan buruk mengenai
politisi wanita, ketika duduk di parleman bisa ditangkis peryataan ataupun
pandangan buruk itu dengan kerja nyata, kinerja yang totalitas, lantang
bersuara aspirasi rakyat, dan juga kecermaatan, ketelitian dalam pengawasan.
Menjabat
sebagai Wakil Ketua DPRD III yang merupakan bidang hukum dan pemerintahan di
Provinsi Banten tidak melupakan perannya sebagai seorang ibu. Maka wanita
kelahiran Serang 5 Oktober 1974 selalu menjadikan pertemuan dengan keluarga
sebagai pertamuan yang berkualitas. Ketika di rumah maka masalah kerjaan tidak
akan pernah di bawa ke rumah, selalu diselasaikan di kantor. Berdiskusi,
jalan-jalan, merupakan sebagian pertemuan yang dijadikannya berkualitas. Pergi refreshing tidak mengeluarkan uang
banyak, cukup bisa membuat hati anak senang.
Banyaknya
amanah masyarakat, tidak mengabaikan perhatian ibu Nuraeni akan pendidikan
ketiga anaknya. M. Fahran Ajiz, kelahiran 28 April 1998 kini berada jauh di
luar kota, sekolah di Pondok Daar El Qolam, Gintung. Anak ke-2 M.Firdaus,
kelahiran 17 Februari 2003 dan anak bungsunya M. Khalik, 9 November 2006 sedang
bersekolah di Al Azhar Kota Serang.
Memasukan ke tiga anaknya ke lembaga
pendidikan agama bertujuan agar di zaman yang penuh tantangan, kemajuan
teknologi, bisa diseimbangkan dengan kepahaman agama yang kuat. Ilmu agama yang
didapatkan bisa membentengi diri akan godaan zaman yang semakin melenakan. Ibu
Nuraenipun yang merupakan alumni dari almamater STIE, STIAMI Jakarta, tidak
pernah memaksakan anaknya untuk mengarahkan ketiga anaknya menjadi polotisi,
melainkan terus mengarahkan hobi anak-anaknya.
Di
akhir bincang-bincang dengan bu Nur’aeni, ibu sangat berharap akan penuhnya
kursi politisi wanita di Banten, para politisi wanita di Banten baru mencapai
20% dari 30% di Legislatif . “Semakin
banyak dan berkiprah di bidang ini, jangalah beranggapan berpolitik adalah hal
yang seram, menakutkan. Semua kekhawatiran itu bisa diselesaikan”.
Reporter: Anisa Sofia Wardah
Editor: Karnoto