Published On:Kamis, 25 Februari 2016
Posted by Unknown
Di Balik Kemenangan Airin di Pilkada Kota Tangsel
Sebagian besar publik di luar Kota Tangerang Selatan, Banten, pasti menduga kalau kemenangan Airin Rachmi Diany adalah karena soal fulus semata. Namun setelah digali ternyata penentunya bukan faktor amunisi semata, namun ada hal lain yaitu personal branding yang didesain oleh tim sukses Airin.Kalau melihat faktor fulus jelas harta Airin berkurang jika dibandingkan dengan masa Pilkada sebelumnya. Dalam catatan resmi yang diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Banten dalam Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) 10 calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah se-Banten. Airin Rachmi Diany (Calon Wali Kota Tangsel) sesuai dengan laporan terakhir tertanggal 23 Juli 2015 memiliki kekayaan senilai Rp 84,005 miliar.
Jumlah harta kekayaan tersebut menurun setelah suaminya Tb Chairi Wardana tersangkut tindak pidana korupsi. Sebelumnya, berdasarkan LHKPN pertanggal 24 Agustus 2010, Airin mempunyai kekayaan Rp103 miliar. Kondisi Airin juga sedang dalam terpaan yang begitu hebat, dimana Tb Chairi Wardana, sang suami masih dalam penjara karena tersangkut pidana. Sementara kaka ipar yang tak lain adalah mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah juga sedang dipenjara.
Lalu apa yang menyebabkan Airin masih unggul di tengah kondisi seperti itu? Jawabannya adalah personal branding Airin. Airin didesain sebagai wanita dari keturunan baik-baik, Airin adalah korban, Airin adalah sosok ibu yang perlu mendapat simpati dan iba karena tabah di tengah terpaan yang begitu hebat. Semakin ada pihak yang menyerang Airin maka sesungguhnya itu yang menjadi "harapan" karena akan semakin menumbuhkan rasa simpatik terhadap Airin.
Selain itu, personality Airin secara fisik juga mendukung. Airin cantik, bertutur lemah lembut dan lebih tenang ketika menghadapi berbagai terpaan. Hal ini wajar mengingat Airin adalah mantan finalis Puteri Indonesia, dimana biasanya pada proses karantina para finalis dididik tentang etika, atitued dan keterampilan keperibadian lainnya.
Airin tak pernah menyerang lawannya yang melakukan serangan bertubi-tubi, ia dan dibantu tim justru terkesan mengharapkan hal itu karena peluru itu justru yang sebetulnya bisa menjadi senjata makan tuan bagi orang yang meluncurkan peluru tersebut. Jika dikaitkan dengan aspek psikologi pemilih Indonesia, fenomena ini terjadi berulang-ulang kali.
Masih ingat dengan SBY yang ketika itu dibranding sebagai tentara ganteng yang layak mendapat simpatik karena "diusir" dari Megawati? atau teranyar Jokowi yang dikesankan mendapat serangan, seperti keturunan China, beragama non Islam dan lainnya. Namun lagi-lagi itu justru yang kemudian dikelola oleh tim dan menjadi peluang untuk mendapatkan simpati dari pemilih.
Strategi marketing seperti ini sebetulnya sudah sering dilakukan oleh produk komersial. Jika Anda pernah membaca kisah salah satu produk yang mendapat protes dan keluhan dari seorang customer, karena dinilai tidak sesuai dengan spesifikasi. Sang konsumen menuliskan kisah buruknya ke relasinya sehingga pihak manajemen mendengar hal itu. Apa yang dilakukan perusahaan? hebatnya perusahaan ini bukan mencaci apalagi mengadukan konsumen tersebut, tapi justru mengundang konsumen komplain dan diberikan ganti produknya yang lebih bagus.
Apa yang terjadi? sang konsumen melakukan kampanye yang lebih dahsyat perihal pelayanan yang memuaskan oleh perusahaan. Dampaknya perusahaan tersebut mendapat likes dari publik dan produknya pun mendapat kepercayaan yang lebih dari sebelum ada peristiwa tersebut.
Penulis: Karnoto Chief in Editor Banten Perspektif WA: 08179852173