Dalam tulisan saya tahun lalu di sebuah media yang berjudul: ‘Brand
SBY: Lulus Audit?’, saya sudah mengisyaratkan bahwa beliau raportnya
merah, dan tidak lulus personal brand audit. Kali ini, saya ingin mengangkat topik brand SBY lagi, seputar pentingnya Brand Ambassador untuk perbaikan nilai raport.
Sebenarnya, apa definisi Brand Ambassador?
Pada setiap mengadakan kuis marketing di seminar atau workshop,
peserta selalu keliru dalam menjawab pertanyaan tentang definisi brand
ambassador. Tidak heran, istilah ini memang termasuk salah satu
miskonsepsi dalam dunia branding.
Jawaban para peserta selalu seputar
selebriti yang digunakan dalam iklan brand untuk menjelaskan makna
brand ambassador. Padahal, itu adalah definisi celebrity endorser!
Ada beberapa miskonsepsi disini. Ambassador dan Endorser punya beberapa persamaan tetapi juga perbedaan.
Brand Ambassador adakalanya disebut juga sebagai
Brand Evangelist. Mereka adalah orang-orang pemakai brand yang sangat
excited terhadap produk dan services brand, sehingga mereka secara
sukarela mau merekomendasikan kepada teman-temannya.
Mereka adalah seseorang yang telah mempunyai
kedekatan emosional terhadap brand, secara alami, bukan karena adanya
insentif tertentu. Brand Ambassador mau menjelaskan hal baik tentang
brand yang digunakannya karena brand ini punya peranan penting dalam
hidupnya.
Titik miskonsepsi lainnya adalah adanya pemahaman
yang keliru bahwa brand Ambassador adalah seputar dunia selebriti saja.
Padahal, siapapun bisa menjadi brand ambassador, baik itu konsumen
maupun secara internal, orang-orang yang bekerja di perusahaan.
Brand Ambassador adalah ‘sahabat sejati’ brand, dan
sahabat selalu hadir dalam senang dan susah. Sebagai seorang teman
sejati, sudah selayaknya menyebarkan berita baik tentang temannya tanpa
pamrih, tanpa mengharapkan imbalan. Dalam kondisi brand sedang
bermasalah, temannya yang angkat bicara.
Konsep Ambassador ini berbeda dengan Endorser,
yaitu siapapun yang mendapatkan insentif dari brand, baik itu bersifat
tangible/uang maupun intangible/non uang, dalam menyampaikan berita baik
tentang brand. Endorser membutuhkan dorongan dari eksternal, dan tidak
muncul dari dalam.
Agnes Monica jelas-jelas merupakan endorser. Sulit
membayangkan seorang Agnes Monica sebagai sahabat sejati brand, karena
ada seribu satu brand yang memberikannya kontrak menjadi celebritiy
endorser. Para blogger peranannya saat ini juga sedang mengalami pergeseran dari brand ambassador ke arah brand endorser.
Defensif, Reaktif
Ciri-ciri strong brand adalah customer oriented, bersifat proaktif dan responsif. Bukan product oriented, reaktif dan defensif. Reaksi SBY terhadap publikasi berantai belakangan
ini di media sosial khususnya Twitter, lebih menunjukkan karakter sebuah
brand yang reaktif dan defensif. Bahkan, pembelaan dirinya ditayangkan
di media, mimbar yang seharusnya digunakan untuk publikasi hal-hal yang
bersifat lebih kepada urusan negara, bukan urusan personal branding.
Teringat cerita lama. Pada saat masalah Omni
merebak, ada salah seorang pasien rumah sakit tersebut yang menulis di
blog saya dan menjelaskan bahwa dia tidak pernah mengalami masalah
dengan brand tersebut, dan pengalamannya justru tergolong memuaskan.
Saya sampaikan kepada beliau, bahwa seharusnya
sahabat brand yang menulis tentang kebaikan RS Omni jangan hanya 1-2
orang saja. RS yang brandnya sedang mengalami krisis tersebut butuh
lebih banyak brand ambassador, orang-orang yang loyal dan bisa
menguraikan seperti apa pengalaman baiknya.
Membangun Ekuitas
Membangun brand artinya membangun ekuitas. Dalam model CBBE (Customer Based Brand Equity), dijelaskan
bahwa ada 4 step relationship dengan brand, yaitu: 1) tahap awal,
aware, 2) tahap pemahaman, 3) tahap interaksi dan experience dan yang
terakhir 4) tahap resonance atau loyalitas.
Tahap aware SBY mungkin sudah dilewati dengan baik.
Tahap pemahaman akan arti brand SBY mungkin belum sepenuhnya tercapai.
Tidak semua lapisan masyarakat paham akan janji-janji brand SBY secara
spesifik. Tetapi ini boleh dikatakan bukan tahapan yang kritikal lagi,
mengingat SBY sudah terpilih dua kali.
Tahapan interaksi dan experience. Ini yang paling
berat untuk SBY. Dalam proses branding, setelah berinteraksi, audience
menjadi punya gambaran yang lebih kongkrit terhadap siapa atau apa brand
tersebut. Proses justifikasi, apakah seseorang akan melanjutkan
berteman atau berhenti berteman.
Tahap terakhir, yang paling sulit, adalah tahap
resonance, tahap terciptanya loyalitas. Dalam tahap ini proses
berlanjut, konversi dari teman biasa menjadi sahabat. Di tahap ini
tercipta brand ambassador sejati.
Barikade Sahabat
Mana sahabat-sahabatmu, SBY? Bapak tidak perlu naik
mimbar dan bicara langsung kepada publik pada saat brand bermasalah.
Dalam situasi ini, kredibilitas brand sedang terganggu. Para sahabatlah
yang harus tampil, menjadi juru bicara, membahas krisis dengan gaya
mereka masing-masing, bukan gaya SBY.
Sebagai brand yang sedang digunjingkan terutama di
media sosial, sebaiknya SBY diam saja dulu. Jangan ikut bicara, apalagi
di media massa yang mempunyai jangkauan khalayak yang lebih tinggi dan
powerful. Masyarakat di luar media sosial masih banyak yang belum sadar
dan paham akan adanya berita negatif dipartai SBY. Tidak perlu
menyebarluaskan berita yang tidak penting kepada mereka.
Dalam kondisi ini publik sangat sensitif dan bisa menilai, apakah
klarifikasi berasal dari brand ambassador atau dari brand endorser.
Karenanya, kegiatan endorser sebaiknya dibatasi, karena semakin menambah
derajat tidak simpati. Para brand ambassador juga perlu mengerti, bahwa
dalam situasi yang tidak menguntungkan, kurangi sikap melawan. Pujian
yang terlalu bombastis sangat mendukung SBY sambil menjatuhkan pihak
lainnya, yang tersirat dalam beberapa akun media sosial, justru akan
ditanggapi dengan dingin oleh masyarakat yang haus akan berita netral,
berita yang berimbang.
Oleh karenanya, penting bagi brand untuk selalu
membina hubungan baik dengan audiencenya. Dalam konteks SBY, salah
satunya adalah dengan membuktikan janji-janji yang disuarakan saat
kampanye, terutama dua janji inti: Berantas kemiskinan dan perangi
korupsi. Para sahabat akan tercipta karena performance brand yang baik.
Badai datang sebesar apapun, brand tidak perlu kuatir lagi. Barikade sahabat sejati selalu siap mendampingi.
Penulis: Amalia E Maulana, Ph.D.
# Brand Consultant & Etnographer
# Penulis Buku Brandmate